Pages

Minggu, 08 November 2015

Inspirasi Dari Tanah Berau

Cerita singkat tentang pengalaman saya di Berau. Beberapa waktu lalu dari Jogja saya dan bunda berangkat menggunakan pesawat menuju Kalimantan timur, kabupaten  Berau. Itu adalah pengalaman pertama saya mengendarai pesawat, karena ada acara terkait usaha yang sedang saya jalankan. Saya singgah tidak jauh dari pasar Sanggam. Orang-orang di sana sangat baik, bahkan banyak yang membantu kami dengan ikhlas, tidak ingin dibalas dengan apapun, termasuk memberikan tumpangan tempat tinggal yang kami singgahi selama kurang lebih 10 hari. Disana kami bertemu dengan seseorang yang bernama Khoirul  Annam, beliau sangat baik, memiliki 1 istri dan 2 orang anak. Beliau memiliki usaha yaitu membuka bengkel. Banyak diskusi-diskusi yang saya dengar dari beliau membuat saya kagum. Beliau bercerita “di Berau tidak ada pengemis, di sini tidak diizinkan mengemis, karena mengemis itu jiwa pemalas, seorang pemalas tidak boleh ada di Berau”, katanya. Beliau juga bercerita di Berau tidak ada mall, jadi ketika ada semacam pasar malam semua orang akan berbondong-bondong ketempat itu, walaupun jarak yang ditempuh sangat jauh. Terkait pendidikan di Berau hanya kurang SDM, kalau guru bisa digambarkan misalnya dibutuhkan 5 orang guru, yang mendaftar hanya 1 atau dua. Kendala yang mungkin dihadapi adalah tidak tersebarnya informasi tersebut atau faktor tempat yang terlalu pelosok. Kemudian suatu ketika beliau mengajak kami jalan-jalan menuju ladang yang ada di sekitaran rumah. Terdapat satu tanah yang sangat luas. Beliau tersenyum melihat luasnya tanah itu, kemudian dengan nada tegas dan penuh harap beliau berkata kepada saya, “mbk.. tanah ini bukan milik saya, tapi tanah ini akan dibangun hotel yang besar. Bukan saya tidak bangga tempat ini menjadi hotel yang artinya Berau mampu mengundang pengunjung dari berbagai daerah sehingga membutuhkan hotel untuk singgah. Dari lubuk hati yang paling dalam saya bermimpi.. sebelum hotel ini dibangun saya akan membli tanah ini dan akan saya bangun sebuah pondok pesantren, tempat untuk berjihad menimba ilmu  bagi anak-anak bangsa. Sudah saya katakan hasrat hati saya ini kepada sahabat-sahabat saya. Kiranya memungkinkan merekapun akan ikut serta dalam membangun dan mengelola pesantren itu nantinya.” Saya tertegun mendengar apa yang beliau ucapkan. Kemudian kami bersama-sama berdoa membacakan Al-Fatihah agar Allah menghendaki. Sampai saat ini saya masih kagum dengan impian seorang Khoirul Annam yang hidup di pedalaman Berau, semangat yang besar dan menggebu itu mnyentil hati saya. Lalu apa?/ tidak ada yang dapat saya lakukan selalin membantu dengan doa.
Saudaraku.. Mari membuka mata dan hati untuk membangun semangat agar bisa sama-sama bangkit dan maju dengan menolong saudara-saudara yang tertinggal dan membuthkan. Menurut saya pribadi ilmu bisa didapat kapan saja dan dimana saja, yang sulit adalah menumbuhkan semangat untuk mencari ilmu itu sendiri serta mengamalkannya. Sudah banyak bukti bahwa orang-orang Indonesia hebat, hanya saja masih ada beberapa kekurangan diantaranya, yaitu wadah bagi orang-orang yang ingin mengeksplor kemampuannya lantaran kenadala ekonomi dan lain sebagainya. Pesan saya.. jangan takut merantau, dimanapun persinggahan kita.. diharapkan kita dapat saling berbagi, baik ilmu maupun pengalaman, yang kemudian dapat membawa kebaikan bagi bangsa Indonesia. Kita satu, mari bersatu meraih cita bangsa. Dari pengalaman itu juga hasrat hati saya ingin merantau muncul, meninggalkan tanah Jogja mencari arti kehidupan yang sesunggguhnya. Belajar, beramal, dan berlari bersama mengejar Impian. Merengkuh asa dari ketertinggalan. Indonesia harus bisa bangkit, Indonesia harus jaya, Indonesia harus Cerdas agar tak lagi tertindas.

Sedikit kenangan dari Berau:


Gadis kecil itu bernama Aya.. putri kedua pak Khoirul Annam. Kalau tidak salah ingat dia masih kelas 4 SD, tapi sikapnya menyambut kedatangan kami sangat dewasa.
Dek Aya.. mb may rindu.. maaf ya.. kalau selama singgah di rumah dek Aya mb May banyak merepotkan dan waktu yang singkat membuat kita jarang sekali bermain bersama, krna setiap hari bangun siang dan pulang tengah malam.. hehe.. semoga berkesempatan main ke Berau lagi ^_^


Saya menyebut mereka “Bubuhan” yang artinya teman-teman.. dalam foto itu ada mas Jay, mas Acheng, dan mas Noy.. masih ada lagi yang tidak sempat ikut berfoto.. Zainal dan mas Farid. Kami bertemu di pasar Sanggam, tempat kami mencari Rizki.
Trimakasih ya bubuhan… sudah menghibur kala bosan, menemani kala sepi, dan membantu kala sulit.. trimakasih.. semoga Allah membalas dengan kebaikan pula dan kita bisa berkesempatan bertemu lagi.. ^_^

Saya banyak belajar dari mereka semua, banyak nasihat yang diberikan juga kepada saya. Semoga cerita seingkat pengalaman ini juga dapat menginspirasi bagi siapa saja yang membacanya.