Cerita singkat tentang pengalaman saya di Berau. Beberapa waktu lalu
dari Jogja saya dan bunda berangkat menggunakan pesawat menuju Kalimantan
timur, kabupaten Berau. Itu adalah
pengalaman pertama saya mengendarai pesawat, karena ada acara terkait usaha
yang sedang saya jalankan. Saya singgah tidak jauh dari pasar Sanggam. Orang-orang
di sana sangat baik, bahkan banyak yang membantu kami dengan ikhlas, tidak
ingin dibalas dengan apapun, termasuk memberikan tumpangan tempat tinggal yang kami
singgahi selama kurang lebih 10 hari. Disana kami bertemu dengan seseorang yang
bernama Khoirul Annam, beliau sangat
baik, memiliki 1 istri dan 2 orang anak. Beliau memiliki usaha yaitu membuka
bengkel. Banyak diskusi-diskusi yang saya dengar dari beliau membuat saya kagum.
Beliau bercerita “di Berau tidak ada pengemis, di sini tidak diizinkan
mengemis, karena mengemis itu jiwa pemalas, seorang pemalas tidak boleh ada di
Berau”, katanya. Beliau juga bercerita di Berau tidak ada mall, jadi ketika ada
semacam pasar malam semua orang akan berbondong-bondong ketempat itu, walaupun
jarak yang ditempuh sangat jauh. Terkait pendidikan di Berau hanya kurang SDM,
kalau guru bisa digambarkan misalnya dibutuhkan 5 orang guru, yang mendaftar
hanya 1 atau dua. Kendala yang mungkin dihadapi adalah tidak tersebarnya informasi
tersebut atau faktor tempat yang terlalu pelosok. Kemudian suatu ketika beliau
mengajak kami jalan-jalan menuju ladang yang ada di sekitaran rumah. Terdapat satu
tanah yang sangat luas. Beliau tersenyum melihat luasnya tanah itu, kemudian
dengan nada tegas dan penuh harap beliau berkata kepada saya, “mbk.. tanah ini
bukan milik saya, tapi tanah ini akan dibangun hotel yang besar. Bukan saya
tidak bangga tempat ini menjadi hotel yang artinya Berau mampu mengundang
pengunjung dari berbagai daerah sehingga membutuhkan hotel untuk singgah. Dari
lubuk hati yang paling dalam saya bermimpi.. sebelum hotel ini dibangun saya
akan membli tanah ini dan akan saya bangun sebuah pondok pesantren, tempat
untuk berjihad menimba ilmu bagi anak-anak
bangsa. Sudah saya katakan hasrat hati saya ini kepada sahabat-sahabat saya.
Kiranya memungkinkan merekapun akan ikut serta dalam membangun dan mengelola
pesantren itu nantinya.” Saya tertegun mendengar apa yang beliau ucapkan.
Kemudian kami bersama-sama berdoa membacakan Al-Fatihah agar Allah menghendaki.
Sampai saat ini saya masih kagum dengan impian seorang Khoirul Annam yang hidup
di pedalaman Berau, semangat yang besar dan menggebu itu mnyentil hati saya. Lalu
apa?/ tidak ada yang dapat saya lakukan selalin membantu dengan doa.
Saudaraku.. Mari membuka mata dan hati untuk membangun semangat agar
bisa sama-sama bangkit dan maju dengan menolong saudara-saudara yang tertinggal
dan membuthkan. Menurut saya pribadi ilmu bisa didapat
kapan saja dan dimana saja, yang sulit adalah menumbuhkan semangat untuk
mencari ilmu itu sendiri serta mengamalkannya. Sudah banyak bukti bahwa
orang-orang Indonesia hebat, hanya saja masih ada beberapa kekurangan
diantaranya, yaitu wadah bagi orang-orang yang ingin mengeksplor kemampuannya
lantaran kenadala ekonomi dan lain sebagainya. Pesan saya.. jangan takut merantau, dimanapun persinggahan kita.. diharapkan kita dapat saling berbagi, baik ilmu maupun pengalaman,
yang kemudian dapat membawa kebaikan bagi bangsa Indonesia. Kita satu, mari
bersatu meraih cita bangsa.
Dari pengalaman itu juga hasrat
hati saya ingin merantau muncul, meninggalkan tanah Jogja mencari arti
kehidupan yang sesunggguhnya. Belajar, beramal, dan berlari bersama mengejar Impian. Merengkuh asa
dari ketertinggalan. Indonesia harus bisa bangkit, Indonesia harus jaya,
Indonesia harus Cerdas agar tak lagi tertindas.
Sedikit kenangan dari Berau: